
Oleh : M. Arfan Mu’ammar
Mana yang kita pilih? mengajari anak Calistung disaat TK atau ketika SD? Keduanya bermasalah. Keduanya beresiko.
Lha kok bisa?
Banyak sekolah TK swasta di tempat saya atau bahkan di tempat lain. Tidak mengajari anak didiknya calistung. Namun anehnya. Tidak sedikit Sekolah Dasar swasta di tempat saya atau bahkan di tempat lain. Menjadikan Calistung sebagai syarat masuk sekolah. Lha ini kok “jaka sembung bawa golok”?. Dari sini saja sudah bermasalah.
Orangtua yang bersikukuh ingin anaknya bisa Calistung (walaupun disekolah TK nya tidak diajari). Maka para orang tua akan mencari “Les atau privat” diluar jam sekolah. Menariknya. Ada beberapa sekolah TK yang terpaksa menjadikan calistung sebagai “pelajaran tambahan” diluar jam sekolah. Karena tuntutan orang tua yang selalu ricuh berkicau “opo sekolah nang TK kene anakku gak iso moco. Gak diajari moco ambek gurune”. “Apa anak saya di TK ini tidak bisa membaca. Tidak diajari gurunya membaca”.
Ketika kita memutuskan untuk mengajari anak Calistung disaat TK. Artinya kita mengajari anak sesuatu tidak pada waktunya (versi Havigust dkk, juga Kurikulum Nasional). Apalagi mengajari sesuatu tidak pada “dosis” yang pas. Akan berakibat pada kejenuhan dan kebosanan anak dalam belajar. Jika tetap dipaksa maka anak akan tertekan. Kalau anak merasa tertekan, belajar apapun tidak akan nyaman.
Lantas. Apakah kita akan larang anak usia TK belajar Calistung? Tentu saja tidak. Karena bukan berarti “tidak mengajari Calistung” tidak beresiko apapun.
Jika kita “tidak mengajari” Calistung di usia TK (0 Besar). Maka resiko yang mungkin terjadi adalah anak akan menjadi minder atau tidak percaya diri. Apalagi bersekolah di SD yang menyarankan anak untuk bisa Calistung diawal masuk sekolah.
Jika dalam satu kelas banyak yang tidak bisa calistung sich “no problem”. Lha kalau yang tidak bisa calistung dalam satu kelas hanya 2-3 anak. Atau jangan-jangan hanya anak kita saja. Maka tentu anak kita akan semakin minder (tidak percaya diri).
Rasa percaya diri itu penting!. Terdapat konsep lama yang menyatakan bahwa : “kepercayaan diri itu berbanding lurus dengan kemampuan diri”. Artinya semakin anak mampu terhadap sesuatu. Maka kepercayaan diri anak akan semakin besar terhadap sesuatu tersebut.
Dalam konteks belajar. Jika seseorang tidak memiliki kepercayaan diri yang baik. Maka hal ini bisa menjadi hambatan dalam penguasaan pelajaran.
Banyak sekali kerugian yang harus dirasakan oleh anak yang tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat. Antara lain : kurangnya teman, mudah mengeluh, gampang putus asa, sering kalah sebelum berperang, dicekam rasa gelisah dan juga mudah gagal. Anak yang tidak memiliki rasa percaya diri. Dia akan selalu was-was dan tidak berani melangkah. Karena dia selalu menghitung-hitung kelemahan dirinya.
Ya. Semuanya beresiko. Kalau dalam film warkop DKI reborn. “Maju kena. Mundur kena”. Memilih A beresiko C. Memilih B beresiko D.
Lantas mana yang kita pilih?
Bersambung…
Be the first to comment