Cara Melepaskan Emosi yang Terpendam Secara Lebih Sehat

Oleh : Fety Khosianah*)

“Bebaskan dan buatlah ruang baru untuk apa yang baru dan apa yang akan datang. Bebaskan dan nikmati kesenangan untuk tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Bebaskan dan terbukalah bagi segala kemungkinan. Bebaskan jika tiba saatnya untuk menghasilkan. Bebaskan, dan dengan melakukannya, raihlah kebebasan. Bebaskan dan menyerahlah pada kedamaian jiwa yang lebih luas.”  (Marie Arapakis, Sufi Power Solutions)

Emosi yang seringkali dipendam oleh seseorangs, bisa menyebabkan menurunnya sistem imunitas tubuh yang menyebabkan sel-sel tumor dan kanker mudah berkembang dengan cepat.

Dalam studi psikoneuroimunologi, bahwa ada keterkaitan erat pada hubungan antara psikologi, neurologi, dan imunologi. Stres psikologis menyebabkan pelepasan noradrenalin dan kortisol. Keduanya mengganggu keseimbangan sel-sel imun, menyebabkan produksi sitokin dan kemokin secara berlebihan, dan menghambat respons normal terhadap kehadiran sel-sel abnormal. Akibatnya sel-sel imun pun melepaskan sitokin dan kemokin yang mempengaruhi otak dan perilaku seseorang. Itulah yang menjadi cikal bakal terjadinya kanker.

Riset memperlihatkan bahwa, respon emosi kita mempengaruhi fungsi kekebalan. Seperti yang ditulis oleh Dr. Cass Igram dalam bukunya yang berjudul Eat Right or Die Young, menyebutkan bahwa:

Sedih, gelisah, takut, khawatir, dan marah adalah emosi-emosi yang menimbulkan efek mengerikan pada fungsi tubuh. Para peneliti menemukan bahwa emosi ini menyebabkan pelepasan zat-zat kimia–neuropeptida. Senyawa-senyawa poten ini  memiliki efek menekan kekebalan tubuh yang kuat. Para ilmuwan berhasil menelusuri suatu jalur dari otak ke sel imun (dan dari sistem imun ke otak) yang membuktikan bahwa emosi negatif dapat menyebabkan sel-sel imun berhenti total…. Sekali hal ini terjadi, mikroba yang merugikan dan sel kanker dapat menyerang semua jaringan di tubuh”.

Emosi yang terjadi pada diri seseorang saat menghadapi sebuah kejadian, seperti marah, takut, khawatir, cemas, sedih terkadang tidak mampu diekspresikan dengan leluasa terkait dengan budaya di Indonesia yang melarang anak-anaknya mengekspresikan emosinya secara apa adanya.

Seperti pendapat, “Jadi cowok jangan cengeng”, atau “Jadi orang jangan suka marah-marah”, atau memberi simpati terhadap orang saat kehilangan sesuatu dengan kata-kata,”Sudah, ikhlaskan saja, gak usah nangis”, membuat orang lebih memilih menyembunyikan emosi yang sebenarnya daripada mengungkapkan secara apa adanya. Karena terbiasa menyembunyikan perasaan, orang akhirnya tidak mampu lagi mengenali emosi-emosi yang ada dalam dirinya. Emosi-emosi ini terpendam dalam-dalam, ditekan sedemikian rupa agar tidak nampak, sementara, jiwa dan tubuhnya yang lama kelamaan tidak mampu menahan beban emosi menjadi berontak. Jika emosi-emosi yang terjebak ini tidak segera diekspresikan atau dikeluarkan, maka seperti halnya ‘sampah’ dalam rumah yang belum dikeluarkan dari rumah, akan mengundang berbagai macam penyakit yang datang dari mulai yang paling ringan macam migren, flu, pusing, hingga penyakit berat seperti stroke, diabetes, kanker, dsb.

Kaum bijak Tao di China kuno memandang jiwa dan tubuh sebagai satu keseluruhan yang saling terkait. Mereka percaya bahwa kita tidak saja mencerna dan mengasimilasi makanan, tetapi juga mencerna emosi kita di dalam saluran cerna kita.

Jika kita memendam, menolak, atau mengabaikan emosi-emosi ini, fungsi pencernaan akan terganggu. Prosesnya seperti lingkaran setan:

  1. Stres psikologis berperan dalam menciptakan atau memperparah penyakit-penyakit pencernaan yang umum.
  2. Penyakit pencernaan yang kita alami tersebut, sebaliknya menambah distres kita, menyebabkan bertambahnya gejala fisik dan menurunnya sistem kekebalan tubuh kita.
  3. Jika stres tidak diatasi dengan benar, jika perasaan yang menyertainya diabaikan atau tidak diperhatikan, atau jika kita menahan diri agar tidak menjalani kehidupan, maka tubuh kita akan memberontak.
  4. Stres, penyesalan berkepanjangan, amarah, dan frustasi dapat menjadi penyebab utama sindrom iritasi usus, sembelit, diare, mual, kembung, dan sebagainya.

Meningkatnya minat terhadap psikoneuroimunologi (studi ilmiah tentang hubungan antara otak dan sistem kekebalan tubuh) memperlihatkan bahwa kearifan kuno itu layak memperoleh dukungan ilmiah.

Pengaruh Makanan dan Emosi Terhadap Imunitas Tubuh

Selain emosi, makanan juga berperan terhadap kesehatan diri kita. Jika kita merasa tidak nyaman akan sebuah situasi, kadang-kadang perut kita mengejang, kram, mual, kembung, dsb, itu adalah salah satu pesan dari perut bahwa kita merasa ‘terancam’ dan tidak nyaman akan situasi tersebut.

Begitu hal nya dengan makanan yang kita asup, apa yang kita makan, ketika bersenyawa dengan setiap pikiran, emosi dan tindakan, bisa mempengaruhi zat makanan yang kita konsumsi, apakah menjadi berguna, ataupun menjadi sia-sia di dalam tubuh kita. Maka dari itu, saya pernah menganjurkan untuk makanlah dengan perasaan gembira, menghargai setiap suapan yang masuk ke dalam tubuh kita dengan penuh perasaan syukur.

Seperti yang ditulis oleh Alice M Sorokie, (hal 57), perut kita sebenarnya berkomunikasi dengan kita namun kita sering mengabaikannya :

Makanan yang kau pilih dapat menyehatkan atau merusakku. Kumohon agar kau memilih dengan bijaksana. Seperti biokimia dirimu yang berubah seiring dengan setiap pikiran, emosi, atau tindakan, demikian juga dengan makanan dan zat yang kausantap. Kau tidak menyadari kekuatan makanan untuk menyembuhkan, mengubah atau bahkan menyakitiku. Jadilah sahabat dan santaplah makanan bersahabat”. Pesan dari Perutmu.

Karena kita sedang membicarakan tentang pelepasan emosi yang terpendam berikut ini ada beberapa tehnik untuk melepaskan emosi negatif yang tersimpan di dalam tubuh kita. Salah satunya seperti di bawah ini.

Cara Melepaskan Emosi Secara Sehat

Ada beberapa cara untuk melepaskan emosi dengan sehat. Salah satunya adalah dengan cara seperti ini:

  1. Berbaringlah terlentang, dan rilekskanlah diri anda. Carilah waktu-waktu khusus dimana anda memastikan bahwa diri anda tidak akan diinterupsi oleh pihak manapun (anak, suami, saudara, pekerjaan, dsb).
  2. Rangkullah perut kita, beri dia penghangat. Memberinya penghangat dengan cara meletakkan bantal yang bisa dipanaskan (kayaknya saya dulu pernah tau salah satu produk ini di katalog kartu kredit, kalo di toko2 saya gak tau), atau botol kaca yang diisi air hangat dan ditutup kain handuk) lalu letakkan di atas perut kita,
  3. Bernapaslah dengan pernapasan perut (pernapasan yang dalam dan panjang, bukan pernapasan yang dangkal spt yg kita lakukan selama ini kalau kita sedang stres), lalu ajak bercakap-cakap dengan perut kita tentang apa yang dia rasakan.

Katakanlah:

“Halo apa kabar, perutku. Aku adalah bagian dari dirimu. Maafkan aku yang telah mengabaikanmu sekian lama. Memakan makanan secara sembarangan, menimbunimu dengan emosi-emosi sampah yang membebani dirimu untuk mencernanya. Apa yang kamu rasakan perut? Kenapa kamu kejang/ sembelit/ mual/ maag, dsb (sebutkan penyakit apa yg sedang kita derita). Maafkan aku ya perut, yang tidak menyadari kehadiranmu sehingga mengabaikanmu”.

Mari kita bersama-sama membersihkan diri kita. Ayo kita bersama-sama melepaskan perasaan yang membebani kita ini. (Lalu ucapkan istighfar, hembuskan secara perlahan2 berulangkali jika sampai perut merasa enak. Jika beragama lain, bisa mengucapkan maafkan aku berulang-ulang sampai perut merasa enak).

Pada fase ini akan ada reaksi-reaksi emosi yang mengejutkan anda karena timbunan emosi yang sekian lama tidak anda sadari, anda tekan, anda tahan, anda abaikan. Berbagai reaksi emosi ini bisa berupa ingin menangis, marah, terguncang, sedih, takut, dan sebagainya). “Rasakan saja, jangan dilawan”.

Setelah semua reda, bernapaslah lebih dalam. Ucapkan terima kasih terhadap diri anda. Ulangi setiap kali anda merasa stres. Karena itu, pilihlah waktu-waktu khusus dimana waktu-waktu tersebut hanya untuk diri anda sendiri. Salah satu indikator orang yang sehat, adalah mampu mengekspresikan emosinya secara tepat, tanpa berlebihan, dan mampu bersikap adanya tanpa ada kekhawatiran tidak akan diterima oleh lingkungannya. Jadi, untuk mengekspresikan emosi-emosi yang terpendam (entah itu negatif maupun positif), anda bisa melakukan seperti cara yang sudah saya tulis di atas.

Bagi anda yang memiliki sifat pendiam, sering memendam permasalahan sendiri, belajarlah untuk terbuka pada orang terdekat anda atau orang yang anda percayai (orangtua, saudara, teman dekat, pasangan anda, dsb). Anda mungkin akan merasa takut-takut pada awalnya, namun percayalah dengan anda bersikap lebih terbuka, maka perlahan-lahan orang lain akan memahami apa yang anda inginkan. Jangan biarkan orang menebak-nebak apa mau anda karena mereka bukan dukun. Anda yang harus memberi tahu apa yang anda mau, belajar mempertahankan pendapat anda jika anda yakin kalau hal itu benar, tapi tetap dengan cara yang santun tanpa emosional. Belajarlah mengenal diri anda sendiri, karena dia lah teman setia kita, kemarin, hari ini, dan nanti. Didiklah diri anda sendiri menjadi pribadi yang seimbang, santun, dan bermartabat.

Referensi : (Pencernaan sebagai Kunci Hidup Sehat – by Alice M. Sorokie)

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya

Rumah Pendidikan
About Rumah Pendidikan 552 Articles
RAPIDO adalah Rumah Pendidikan Indonesia. Website ini adalah rumah bagi seluruh masalah pendidikan di Indonesia untuk didialogkan dan didiskusikan. Karenanya website ini bukan hanya media guru dalam mengaspirasikan permasalahannya, akan tetapi media bagi pemegang kebijakan (pemerintah) dalam mengambil setiap kebijakannya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.