
SURABAYA – Berlatar keinginan mematahkan paradigma bahwa wisata museum adalah wisata yang membosankan, mendorong mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang Tugas Akhir (TA) berupa Simulator Symphonium. Yakni kotak musik yang dilengkapi aplikasi interaktif bagi pengunjung museum.
Dialah Reyhan Pradantyo, mahasiswa Teknik Komputer Fakultas Teknologi Elektro (FTE) ITS, salah satu wisudawan pada Wisuda ITS ke-116 di Graha Sepuluh Nopember, Minggu (24/9).
Reyhan mengatakan inspirasi pembuatan aplikasi interaktif ini ialah ketika ia melihat kondisi sebuah kotak musik tua di Museum Mpu Tantular yang tidak bisa lagi digunakan oleh pengunjung. “ Kotak musik tersebut hanya sebagai pajangan dan kurang diminati oleh pengunjung karena sudah tidak bisa dioperasikan,” tutur mahasiswa angkatan 2013 tersebut.
Melihat kondisi tersebut, terbersitlah ide untuk membuat kotak musik digital yang dilengkapi aplikasi interaktif. “Interaktif yang dimaksud ialah pengunjung bisa merasakan langsung penggunaan kotak musik dan mengetahui cara pembuatannya melalui layar tablet,” jelas cowok kelahiran 10 September 1995 ini.
Ketertarikan Reyhan dalam mengembangkan kotak musik ini juga dikarenakan menurutnya kotak musik model lama dengan menggunakan piring hitam adalah kotak musik yang sangat menarik. “Terlihat sederhana, punya kompleksitas tapi mudah mengoperasikannya,” tutur mahasiwa asal Surabaya tersebut.
Aplikasi yang diciptakan Reyhan ialah aplikasi berbasis digital yang dituangkan dalam sebuah tablet dengan desain kotak musik hampir mirip dengan kotak musik di Museum Mpu Tantular. “Sama-sama menggunakan piring hitam, namun kotak musik ini dilengkapi dengan games serta info pembuatan kotak musik sehingga tidak membosankan,” jelas sulung dari dua bersaudara ini.
BACA JUGA – PADUAN SUARA ITS RAIH EMAS
Pada aplikasi ini ditambahkan pula sejarah dari kotak musik Shymponium yang berasal dari Jerman dan telah ada di Indonesia sejak abad 18 tersebut. Pada Simulator Shymponium ini dilengkapi juga permainan cara merakit kotak musik yang sengaja dibuat mirip seperti aslinya untuk mengedukasi pengunjung.
“Selain itu, disediakan juga piringan hitam yang terdiri dari delapan tangga nada. Sehingga pengunjung bisa mengimprovisasi nada yang diinginkan dan lebih aktif,” terangnya lagi.
Piring hitam ini, imbuhnya, akan mengeluarkan nada setelah pengunjung memutar pengengkol yang sudah dihubungkan dengan potensio meter dan aruduino yang ada di dalam simulator.
Reyhan mengatakan, terkait simulator yang dibuatnya tersebut sudah diujikan pada pengunjung di museum Mpu Tantular, yakni anak sekolah dasar. Berdasarkan kuesioner yang disebar pada pengunjung, simulator ini mendapat respon yang baik dan didapatkan hasil bahwa pengunjung menjadi lebih aktif dan paham tentang kotak musik kuno tersebut. “Semoga dengan adanya kelengkapan aplikasi ini nantinya, museum semakin diminati masyarakat,” ucapnya penuh harap. (HUMAS ITS)
Be the first to comment