
Oleh : M. Arfan Mu’ammar
Pada tahun 1970, Ivan Illich menulis buku yang cukup kontroversial “Deschooling Society”. Kegelisahannya melihat ketimpangan dalam kesempatan mendapatkan pendidikan, juga melihat kesenjangan sosial antara siswa kelas populer dengan kelas borjuis, membuat Illich jengah dengan sistem pendidikan di Amerika saat itu.
Kejengahannya kemudian ditumpahkan dalam bukunya “Deschooling Society”, masyarakat tanpa sekolah, jika ada ketidakadilan dalam penyelenggaraan sekolah, buat apa bersekolah? jika ada ketidakmerataan dalam kesempatan mendapatkan pendidikan, buat apa ada sekolah? di mana peran negara? padahal setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak!
Ketidakpercayaan Illich terhadap sekolah tidak hanya terjadi saat itu. Saat ini beberapa orang tua mulai muncul rasa tidak percaya bahkan was-was. Berbeda dengan Illich, ketidakpercayaan bukan terletak pada kesempatan mendapatkan pendidikan, karena homeschooling juga tidak bisa dibilang murahan, atau juga bukan karena ketidakadilan dalam penyelenggaraan sekolah. Tapi ketidakpercayaan itu terletak pada moral protecting dan moral influence.
Seringkali kita mendapati perilaku anak yang orang tua tidak merasa mengajari, tiba-tiba anak kita melakukannya. Dari mana anak mencontoh perilaku itu? Kalau yang dicontoh perilaku yang baik tentu orang tua sangat senang, namun seringkali yang dicontoh perilaku negatif. Itu di antara kekhawatiran orang tua. Maka tidak jika sebagian orang tua memilih pesantren sebagai alternatif pendidikan anak-anak mereka. Mereka lebih memilih amannya.
Selain pesantren. Sebagian orang tua memilih homeschoolig sebagai alternatif. Tentu orang tua akan dengan mudah memfilter hal-hal buruk dari luar. Karena anak tidak perlua ke luar rumah, tapi guru yang datang ke rumah. Face to face dengan guru. Selesai belajar anak tetap di rumah. Proteksi semacam ini dianggap penting mengingat moralitas anak bangsa saat ini semakin memprihatinkan.
Namun, bagaimana ia bisa belajar aspek afektif? bagaimana belajar bersosialisasi? berinteraksi dengan sesama? menghargai perbedaan? dan seterusnya.
Tentu kepekaan ini yang tidak didapat dari praktek pembelajaran semacam homeschooling. Padahal nilai kognitif sama sekali tidak menjadi penentu kesuksesan anak didik. Karena bagaimanapun anak didik akan kembali ke masyarakat dan menghadapi masyarakat. Apa yang akan mereka lakukan jika ia tidak terampil dalam bersosial?
Be the first to comment