Karena Rasa Malu & Takut, Aku Menulis

Oleh : Charis Hidayat

Semuanya saling tuding, semuanya saling menghujat, tak adakah cara yang lebih halus dari tindakan yang acapkali dilakukan. Sejenak coba kita sama pikirkan betapa merananya kondisi hari ini, tidakkah ada yang sadar bahwa hujan yang turun disepanjang tahun adalah pertanda bahwa ini cobaan atau kutukan, bencana banjir dan longsor di beberapa daerah semakin sering disaksikan. Serasa apa yang diucapkan adalah benar menurutnya, tapi tidak benar menurut yang lainya.

Lama – lama bosan juga membaca dan mendengar berita yang isinya selalu bertema pertikaian hingga pembunuhan. bukankah kita sama dimata sang pencipta, lalu kenapa antara kita saling bermusuhan. apakah kecerdasan yang dianugerahkan menjadikan itu senjata andalan menyulut emosi lawan ataukah kebodohan yang dipelihara sehingga kita tampak lemah tak punya kekuatan.

Menebar ancaman serta cacian seolah menjadi menu makanan harian, hingga kapan hal ini akan berhasil dipadamkan. laksana api yang membakar seisi bangunan, seember air pun akan sanggup memadamkan perlahan.

Cobalah tengok dipelosok pedesaan, mereka hidup rukun tak terganggu adanya ancaman -ataupun hujatan. wajah polos serta alami yang mereka tampakkan ibarat kertas putih tanpa coretan, janganlah sering untuk mempengaruhi mereka dengan tawaran-tawaran yang menjanjikan. simpan dan berikan saja pada mereka yang menuhankan jabatan dan kekuasaan.

Cukup bagi mereka kehidupan sederhana dan tak menuntut berbagai fasilitas mewah berharga jutaan, terlebih sampai milyaran. Suasana syahdu ini mencerminkan kehidupan khas di pedesaan, dimana lingkungan yang sejuk, nyaman dan bersih menjadikan warganya hidup berkecukupan. Ada atau tidaknya keberpihakan pada mereka bukan lagi sebuah harapan, toh mereka saat ini sudah gembira dengan keadaan. Yakinkan saja bahwa keberadaannya memang sangat dibutuhkan untuk sebuah kemakmuran.

Apa yang sudah kita lakukan, akankah kita berpangku tangan dan merelakan kebobrokan, maukah kita untuk pergi berlari merubah keadaan. Iya,, ini semua bukanlah ajakan apalagi hasutan, kesemuanya ini adalah tentang bagaimana kita dapat berdiri diatas dan untuk semua golongan.

Menahan diri atas segala cacian serta cemoohan, menangkis berbagai hujatan dan tuduhan. bersikaplah sesuai dengan aturan, tak perlu gegabah untuk melayangkan jurus mematikan. bersabar atas segala penderitaan akan menjadikan pribadi lebih elegan dan menawan. Tunjukkan kebersahajaan terhadap siapapun, dimanapun dan kapanpun. berucap memang mudah tapi kadang sangat sulit untuk dilakukan, setidaknya menggugah untuk menyeru kepada perubahan satu langkah lebih maju daripada diam dan hanya menyaksikan.

Tarik ulur kepentingan harus bersama dihindarkan, bahwa hanya satu tujuan mulia yang dijunjung yakni perubahan. Dahulu, tidak banyak orang yang berani seperti sekarang, itu karena mereka tetap memegang teguh rasa malu serta rasa takut, maka tidak heran jarang sekali orang yang mau mencalonkan diri menjadi panutan, mereka selalu berpikir apakah mampu di kemudian hari menjalankan tongkat kepemimpinan. Lain dulu lain sekarang, tanpa melihat kemampuan yang terdapat pada dirinya, prestasi apa yang pernah ditorehkan, berkoar-koar agar layak dijadikan pilihan.

Rasanya sifat malu dan takut saat ini mudah saja dibeli dengan uang. cerminan budaya pun berubah menjadi transaksional. semuanya akan mudah digerakkan dengan uang, bahkan demi untuk mendapatkan uang, maka rasa malu dan takut digadaikan. Benar saja kata pepatah, jika sudah tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu. tampaknya pepatah itu sudah menjadi kenyataan, dimana rasa malu dan takut sudah tak dapat lagi ditemukan.

Rasa malu dan takut sudah semakin hilang dari pilar-pilar peradaban, semuanya sudah digantikan dengan kekuasaan dan jabatan yang semuanya berujung pada uang. perebutan kekuasaan dan jabatan sudah lagi tak memperdulikan rasa malu dan takut sebagai harmoni kehidupan.

Justru, yang muncul adalah saling membangun kekuatan untuk mendapatkan kemenangan serta keuntungan. itulah mengapa ada ungkapan siapa yang kuat, maka merekalah yang menang dan menganggapnya akan memperoleh kebahagiaan. Semua ini apakah kenyataan ataukah candaan, atau jangan-jangan ini semua skenario tuhan. rasa prihatin, sedih, sekali lagi banyak didengungkan. ini semua bukan salah siapapun, ini semua membutuhkan kebersamaan, giatkan kembali rasa malu dan takut yang dulu sering diteriakkan oleh seluruh pejuang kemerdekaan untuk menghapuskan penjajahan. Cukup sudah, sekarang mari kita menulis walaupun hanya satu kata.

Rumah Pendidikan
About Rumah Pendidikan 543 Articles
RAPIDO adalah Rumah Pendidikan Indonesia. Website ini adalah rumah bagi seluruh masalah pendidikan di Indonesia untuk didialogkan dan didiskusikan. Karenanya website ini bukan hanya media guru dalam mengaspirasikan permasalahannya, akan tetapi media bagi pemegang kebijakan (pemerintah) dalam mengambil setiap kebijakannya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.