
Oleh : Charis Hidayat
Pritt… Pritt….
Terus…. Terus… Kanann Poll… Stop…
Tentu semua tahu, aba-aba tersebut seringkali keluar dari seruan sang juru parkir. Dimanapun tempatnya di negeri ini, sekalipun di desa atau kota, menemukan sang juru parkir tidak begitu sulit. Tugasnya memang menertibkan dan menjaga setiap kendaraan yang hendak parkir disebuah tempat.
Keberadaanya bagi sebagian orang, sangatlah membantu. Tetapi, disisi lain cukup menjengkelkan. Terlebih, ketika seseorang mengetahui bahwa area itu merupakan kawasan parkir berlangganan. Terkadang, banyak juga juru parkir yang meminta uang jasa kepada si pemilik kendaraan. Memang tak ada salahnya, sebagai pemilik kendaraan memberikan selembar uang untuk sang juru parkir. Menjadi tidak wajar, jika uang pemberian itu dikembalikan, lantaran tidak sesuai tarif yang diinginkan.
Entah peraturan mana yang mengatur tentang perparkiran di negeri ini, hingga tercipta beberapa klaster kawasan parkir berlangganan, atau tidak berlangganan. Sepanjang pengetahuan, tampaknya peraturan ini diatur serta diawasi langsung dibawah dinas perhubungan daerah masing-masing. Sebagai orang awam, seringkali mendapatkan tagihan biaya retribusi parkir tahunan, ini dibayarkan saat membayar pajak kendaraan.
Tapi, entah kapan peruntukan biaya parkir berlangganan gratis itu didapatkan. Tentu kebijakan setiap daerah berlainan, jika berkaitan dengan parkir berlangganan. Apapun peraturan, itu hanyalah dokumen tertulis kemudian disahkan oleh beberapa pengambil kebijakan. Dijalankan atau luput dari pengawasan, semua kembali pada masing-masing orang.
Lain parkir, lain pula menulis. Jika seseorang memarkirkan kendaraan, punya area kawasan berlangganan. Saya membayangkan jika menulis pun demikian. Menulis juga perlu memiliki kawasan berlangganan, sederhana saja, cukup berikan akses khusus ke setiap toko buku atau taman-taman kota. Sediakan saja, beragam buku bacaan penunjang kepenulisan.
Selenggarakan beberapa acara dengan narasumber penulis kenamaan. Berikan reward khusus bagi penulis pemula, dan kemudian terbitkan hasil karya tulisnya. Kawasan berlangganan menulis, sedianya sudah banyak bermunculan di daerah Yogyakarta. Walau kecil, efek positif banyak diberikan, ini terlihat dengan munculnya para penggiat dan relawan kepenulisan. Yogyakarta memang istimewa, sama istimewanya dengan ragam tradisi menulisnya. Virus positif ini kemudian, coba ditangkap oleh beberapa kabupaten kota lainya, sehingga upaya kecil tersebut semakin menggiatkan kawasan-kawasan yang diperuntukkan untuk literasi.
Ibarat kawasan parkir berlangganan, dengan sang juru parkir sebagai penjaganya. Maka, kawasan menulis berlangganan dengan sang juru tulis, sebagai motor penggeraknya. Kalau toh pun, juru parkir berlangganan saja masih dibayar jasanya oleh pemilik kendaraan, maka begitupun seharusnya, sang juru tulis juga harus dibayar, atas jasanya menggerakan roda kepenulisan.
Berapapun lembaran rupiah yang diberikan pemilik kendaraan, kepada sang juru parkir diterima dengan tangan terbuka. Sang juru tulis pun demikian, lembaran-lembaran rupiah pemberian dari siapapun, akan dengan senang hati diterimanya.
Mulia sekali tugas sang juru parkir, walau dirinya, tak ikut memiliki kendaraan yang dijaganya, berkat jasanya, kendaraan itu aman atas kerja kerasnya. Sungguh mulia tugas sang juru tulis dengan karya monumentalnya, apapun kondisinya mereka tetap setia dengan pena-nya, berkat goresan pena nya-lah, semua dunia tahu bahwa kini dan nanti namanya akan dikenal sepanjang usia. Menulislah walau hanya satu kata.
1 Trackback / Pingback