Makkah dan Kepengurusan Baitullah

Oleh : M. Arfan Mu’ammar

Saat saya membaca Sirah Nabawiyyah karya Safiyyurrahman al-Mubarok Furi, saya mendapati bahwa kepengurusan Baitullah (Kakbah) mengalami proses perpindahan yang cukup beragam dan panjang, bergantung suku mana yang paling berkuasa di Makkah.

Setelah Nabi Ibrahim wafat, kepengurusan Baitullah dipegang oleh Nabi Isma’il. Isma’il memimpin Makkah dan menjadi pengurus Baitullah sepanjang hayat, hingga tutup usia pada umur ke-137 tahun. Nabi Isma’il menikah dengan seorang perempuan dari suku Jurhum.

Setelah wafatnya Isma’il, kepengurusan Baitullah dipegang oleh anaknya Nabit dan Qaidar. Ada yang berpendapat bahwa Qaidar lebih dahulu, setelah itu digantikan Nabit.

Sepeninggal mereka berdua, kepengurusan Baitullah dipegang oleh kakeknya Mudhah bin Amru Al-Jurhumi dari suku Jurhum, yaitu suku dari istri Isma’il. Dalam kepengurusan suku Jurhum, Isma’il dan anak turunnya lambat laun tidak memiliki peran. Artinya semua di bawah kekuasaan suku Jurhum. Suku Jurhum memegang kendali di Makkah selama 20 abad.

Waktu terus berputar, tahun terus berganti, anak-anak Isma’il tidak pernah disebut-sebut lagi dalam jajaran kepemimpinan Makkah, hingga datanglah masa di mana kekuasaan suku Jurhum melemah.

Keadaan suku Jurhum di Makkah semakin memburuk dan bertambah sulit. Mereka berlaku aniaya kepada siapapun yang datang ke Makkah, bahkan mereka sampai-sampai menghalalkan harta yang ada di Baitullah.

Hal tersebut membuat suku Adnan marah, lantas suku Adnan dibantu dengan suku Khuza’ah meluluh lantakkan suku Jurhum hingga mengusir mereka dari kota Makkah. Setelah berhasil mengusir suku Jurhum dari Makkah, suku Adnan pun akhirnya memegang kendali pemerintahan pada pertengahan abad ke-2 Masehi.

Suku Adnan dan Khuza’ah berkuasa di Makkah. Kekuasaan Khuza’ah di Makkah berlangsung selama 300 tahun. Pada masa kekuasaan mereka, bangsa Adnan menyebar di Najd, pinggiran Iraq hingga ke Bahrain.

Setelah suku Khuza’ah berkuasa, kekuasaan beralih ke suku Quraisy, peralihan ini diawali dengan datangnya Qushaiy bin Kilab. Qushaiy merasa bahwa dirinya lebih berhak terhadap Baitullah dan wilayah Makkah ketimbang suku Khuza’ah.

Qushaiy kemudian bersekongkol dengan Bani Kinanah untuk mengusir suku Khuza’ah dari Makkah. Suku Khuza’ah berkuasa atas kepengurusan Baitullah selama 300 tahun. Kemudian Qushaiy mengambil alih kekuasaan tersebut di pertengahan abad ke-5 Masehi, lebih tepatnya 440 M. Sejak saat itu, kekuasaan Makkah secara penuh menjadi milik Qushaiy dan Suku Quraish.

Semua wewenang terkait urusan kota Makkah dan Baitullah berada di tangan Qushaiy dan kedua anaknya yang bernama Abdu Manaf dan Abdud Dar. Sepeninggal Abdu Manaf kepengurusan Baitullah dipegang oleh anaknya yaitu Hasyim bin Abdu Manaf, lalu dilanjutkan oleh saudaranya yaitu Al-Muthallib bin Abdu Manaf, barulah kemudian berpindah ke tangan Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf (Kakek Rasulullah). Ketika Islam datang, wewenang tersebut dipegang oleh Abbas bin Abdul Muthallib (Paman Rasulallah).

Artinya Rasulullah berasal dari keturunan yang sangat dihormati di Makkah, ini sangat penting, karena bangsa Arab tatkala itu sangat memperhatikan perihal nasab dan keturunan.

Pergantian kepengurusan kota Makkah dan Baitullah sebagian terjadi karena turun temurun, seperti dari Nabi Isma’il ke anaknya Nabit dan Qaidar. Sebagian lagi terjadi karena perebutan kekuasaan, seperti perpindahan dari suku Jurhum ke Suku Khuza’ah dan dari suku Khuza’ah ke suku Quraisy.

Lantas bagaimana kepengurusan Baitullah setelah suku Quraisy hingga saat ini dipegang oleh keluarga Saud?

Bersambung…

Rumah Pendidikan
About Rumah Pendidikan 536 Articles
RAPIDO adalah Rumah Pendidikan Indonesia. Website ini adalah rumah bagi seluruh masalah pendidikan di Indonesia untuk didialogkan dan didiskusikan. Karenanya website ini bukan hanya media guru dalam mengaspirasikan permasalahannya, akan tetapi media bagi pemegang kebijakan (pemerintah) dalam mengambil setiap kebijakannya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.