
Oleh : Daimatul Nikmah
Mandiri! pastinya kalimat ini tidak asing ditelinga kita kan? Tapi, mungkin sebagian dari kita masih bingung dalam mengartikan kata mandiri ini. Pada tulisan ini saya tidak akan mendefinisakan kata mandiri seperti kamus besar bahasa Indonesia : mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Atau mungkin menjelaskan seperti halnya Subroto yang terangkum dalam bukunya Novan Ardy Wiyani, kemandirian adalah sebuah bentuk kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri.
Disini saya akan mengajak anda untuk mengudara dalam mengartikan mandiri. yap..mengudara, maksudku, membicarakan sesuatu hal dengan bebas tanpa konsep. Terkadang pembicaraan yang bebas lebih berisi dari pada yang berkonsep.
Kalian pernah membaca cerita tentang Singa dan alam liar?
Seekor anak singa malang tergelak lemas dibawah pohon besar yang diselimuti semak belukar. Ibunya mati ditangan nakal para pemburu liar. Karena umurnya yang masih kecil, bayi singa tidak punya daya dan kekuataan untuk mencari makanan (berburu). Dia hanya bisa mengaung-ngaung ketika perutnya terasa lapar. Hingga pada suatu hari, ada dua orang petualang yang lewat hutan. Mereka melihat singa kecil sedang terkapar lemas dibawah pohon. Tubuhnya kurus, lemas. kondisinya sungguh sangat memprihatinkan. Karena kasian melihat keadaan singa kecil, kedua penjelajah akhirnya membawa bayi singa ke pengawas hutan agar dirawat di kebun binatang. Singa kecil sangat senang sekali, karena kini perutnya tidak merasa kelaparan lagi. Hidupnya sudah dijamin oleh pengurus kebun binatang. Makanan datang setiap hari tanpa susah payah berburu. Intinya singa kecil hidup bahagia.
Tidak terasa sudah tiga tahun singa kecil hidup didalam kebun binatang. Waktu demi waktu berlalu, singa kecil kini sudah tumbuh dewasa. Badannya kekar, dan gagah. Tapi sayang, yang tumbuh kekar dan gagah hanya wujud fisiknya. Sedangkan insting dan pemikirannya tetaplah singa yang manja dan cemen. Instingnya sebagai hewan buas telah hilang. Karena terlalu lama tinggal di kebun binatang yang semua serba disediakan tanpa susah payah mencari, membuatnya menjadi hewan yang malas. Sepanjang hari pekerjaanya hanya tidur, tidur, dan tidur. Dia berfikir akan selamanya hidup bahagia didalam kandang. Tapi sayang, takdir Tuhan tidak selaras dengan angan-angan si singa. Hingga pada suatu hari, kebun binatang yang merawat si singa mengalami kebangkrutan. Karena sudah tidak lagi punya biaya untuk mengurus dan merawat hewan-hewan yang ada dikebun binatang, para pengurus membuat kesepakatan untuk melepaskan semua hewan ke hutan.
Singa bingung dan resah. Kini hidupnya tak semudah dulu. Dia kehujanan dikala hujan, dan kepanasan dikala terik mentari menyengat bumi. Perut Singa mulai terasa lapar. Seperti kebiasaannya singa berdiam dibawah pohon dan berharap akan ada yang membawakan makanan untuknya. Singa terus menerus mengang-ngaung, perutnya memberontak kelaparan. Takdir membawa kehidupannya seperti dia kecil dulu. Kini singa hidup sebatang kara ditengah hutan belantara. Jika tidak cepat sadar dan mulai beradaptasi dengan keadaan, maka besar kemungkinan dia akan mati. Sekarang, semua keputusan ada pada singa. Mau berusaha merubah keadaan hidupnya atau tetap bermalas-malasan menunggu belas kasihan yang tak kunjung datang?
Mandiri, merupakan salah satu sikap penting yang harus ada dalam diri kita. Karena kemandirian merupakan prasyarat utama tombak keberhasilan hidup. Jika kita hidup mandiri, akan ada banyak sekali manfaat yang kita peroleh. kita akan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupan yang sedang kita jalani, menjadi percaya diri, kreatif, memiliki pemikiran yang kritis, dan tentunya daya mental kita juga akan lebih berkembang. Dengan terbiasa hidup mandiri, Kita akan menjadi pribadi yang kuat tahan banting saat mengalami masalah dan persoalan yang pelik dalam kehidupan. Selain itu, dengan kita hidup mandiri, harkat martabat kita juga akan ikut terangkat melambung jauh terbang tinggi. Hihihi, kaya lirik lagu aja (melambung jauh terbang tinggi). soalnya kalau sudah bicara harga diri, ngeri dengernya. Karena memang hakikat manusia ingin selalu dihargai. Setuju?
Sebagai manusia, yang telah diciptakan Tuhan dengan desain yang begitu sempurna, lengkap dengan perangkat tubuh yang luar biasa, sudah sepatutnya kita memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada didalam diri kita untuk belajar mandiri. Bukan hanya belajar mandiri saja sihh, lebih luasnya mengembangkan potensi diri #biar Tuhan tidak kecewa menciptakan kita (jlepppp, tengok kaca biar nggak sesat. hihihi). Ngomong-ngomong tentang mandiri saya sendiri sebenarnya tidak tahu, apakah sudah mandiri atau belum. Karena terkadang saya masih butuh bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah yang saya tidak mampu menyelesaikannya sendiri. Kalau anda bagaimana?
Bagiku sihh, hidup mandiri bukan berarti kita tidak butuh bantuan orang lain kan? Tapi, mandiri adalah menyelesaikan semua hal yang setara dengan kemampuan kita. Karena kita adalah mahluk sosial yang pastinya selalu butuh bantuan orang lain dan dibutuhkan orang lain. Bagi saya, bantuan orang lain hanyalah sebagai petunjuk arah untuk melangkah. Ingat! Hanya petunjuk arah. Analoginya biar mudah kita pahami, semisal saya ingin memasak nasi uduk, akan tetapi saya tidak tahu bahan apa saja yang diperlukan dan bagaiman cara membuatnya. Pastinya, agar saya bisa memasak nasi uduk, saya akan bertanya dan meminta bantuan kepada mbok yem atau siapalah yang jago masak nasi uduk. Peran mbok yem disini hanya sebagai petunjuk arah (memberi tahu bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat nasi uduk dan cara membuatnya). Bukan memasakannya sampai matang. Untuk selanjutnya, yang memasak dan meracik bumbu biar rasanya enak saya sendiri.
Hidup mandiri tidaklah semudah menyeruput kopi. Butuh proses. Karena memang hakikat hidup itu proses. Tidak seperti tongkat bu peri, sekali cling keinginan kita bisa langsung terkabulkan. Atau seperti sulap pak tarno, cukup dengan membaca mantra abra-kadraba. Begitupun dengan membentuk sikap mandiri. Tidak cling langsung jadi, tapi butuh tahap untuk membiasakan yang kemudian menjadi kebiasaan yang mengakar serta tumbuh menjadi kepribadian dan sikap (red: Mandiri).
Anak-anak yang tidak dilatih mandiri sejak usia dini akan menjadi individu yang bergantung kepada orang lain sampai dia remaja bahkan sampai dewasa. Bila kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah bisa dikuasai oleh anak pada usia tertentu dan anak belum mampu untuk melakukannya, maka akan dikategorikan anak yang tidak mandiri. Merupakan tugas yang sangat penting bagi orang tua dalam mengajarkan dan mendidik anak agar memiliki karakter mandiri.
Kemandirian merupakan salah satu karakter atau kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri. Adanya keterkaitan dengan unsur-unsur kepribadian yang lain. Sikap percaya diri dan berani, misalnya. Anak yang memiliki rasa percaya diri dan berani akan lebih mudah dalam mengambil keputusan dan siap dengan segala konsekuensinya. Oleh sebab itu, Aspek-aspek kepribadian anak yang lain seperti, (red: percaya diri dan berani) harus ditumbuh-kembangkan agar tidak menghambat Perkembangan anak selanjutnya. Pada usia 2-3 tahun tugas utama dalam Perkembangan anak adalah mengembangkan kemandirian. Pengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia 2-3 tahun akan menimbulkan terhambatnya Perkembangan kemandirian yang maksimal. Sementara itu, kemandirian akan bisa dilihat hasilnya secara sempurna, setelah anak memasuki usia remaja. Walau begitu, Perkembangan tidak akan tercapai sempurna jika pada proses Perkembangan, anak tidak mendapatkan dasar perkembangan yang baik. (Novan Ardy Wiyani, 2013:35)
Novan Ardy Wiyani, dalam bukunya yang berjudul Bina karakter anak usia dini, mendeskripsikan bahwa kemandirian yang timbul pada anak dipengaruhi oleh dua factor. Yaitu factor internal dan factor external
Faktor internal ialah factor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, meliputi emosi dan intelektual. Factor emosi ditujukan dengan kemampuan anak dalam mengontrol dan mengendalikan emosi dirinya. Sedangkan factor intelektual dapat dilihat pada kemampuan anak dalam menyelesaiakan masalah-masalah. Disisi lain, ada factor external. Yaitu factor yang timbul dari luar diri anak. Meliputi, lingkungan, karakteristik, social, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, pendidikan orang tua, dll.
Oke, Biar nggak semakin mbulet, ruwet dan bikin kepala mumet, langsung saja kita deskripsikan dua factor (internal dan external) yang memiliki andil penting dalam menumbuh-kembangkan sikap mandiri anak.
- Factor internal
Factor intenal ini, dipengaruhi oleh dua kondisi. Yaitu kondisi fisiologis dan psikologis.
1. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis, erat kaitannya dengan keadaan fisik atau jasmani dan jenis kelamin.
2. Kondisi psikologis
Meskipun kecerdasan atau kemampuan berpikir anak dapat diubah atau dikembangkan melalui lingkungan, akan tetapi sebagian para ahli berpendapat bahwa factor bawaan juga mempunyai pengaruh terhadap hasil pengembangan kecerdasan anak. Pandangan tersebut dalam perspektif ilmu pendidikan dikenal dengan paradigma nativisme. Sementara mereka yang berpendapat bahwa kecerdasan atau kemampuan berfikir seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan, dalam perspektif ilmu pendidikan biasa dikenal dengan paradigma empirisme. Sedangkan perpaduan kedua paradigm tersebut dalam ilmu pendidikan dikenal dengan paradigm konvergensi.
Terlepas dari perbedaan pendapat diatas, para pakar sepakat bahwa kecerdasan atau kognitif seorang anak juga berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian anak. Hal ini disebabkan kemapuan bertindak dan keberanian dalam mengambil keputusan, dimiliki oleh anak yang mempunyai kemampuan berfikir terhadap konsekuensi dan hasil dari tindakannya tersebut.
Factor external, biasanya berkaitan dengan lingkungan, pola asuh orang tua, cinta dan kasih sayang orang tua.
1.Lingkungan
Lingkungan merupakan wadah yang mempunyai pengaruh besar dalam membentuk kepribadian seorang anak. Utamanya lingkungan keluarga. Anak yang mendapatkan stimulasi yang baik, terarah dan teratur didalam keluarga akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang jor-joran (tidak terurus) atau kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya.
2. Rasa cinta dan kasih sayang
Sebagai orang tua, kita harus bisa memetakan atau memberi kotak pembatas perasaan kasih sayang kita terhadap anak. kenapa perlu ada kotak pembatas?. Karena kasih sayang yang melebihi batas kewajaran, sangat berpengaruh terhadap Perkembangan kemandirian anak. Sehingga anak akan menjadi kurang mandiri. Problem tersebut dapat diatasi apabila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik. Karena dengan adanya Interaksi yang baik dapat membantu anak dalam membentuk karakter mandiri didalam dirinya. Orang tua akan lebih maksimal dalam mengarahkan dan membantu anak dalam mengembangkan potensinya, apabila orang tua mempunyai kualitas pendidikan yang baik. Karena dengan mempunyai pendidikan yang baik, orang tua akan lebih pandai mencerna segala informasi yang datang dari luar, khususnya informasi tentang pendidikan anak agar menjadi mandiri. Orang tua yang berpendidikan dalam hal ini, bukanlah orang tua yang mempunyai lulusan pendidikan tinggi, melainkan orang tua yang memiliki wawasan luas, mau belajar, dan peduli dengan pendidikan anaknya.
3. Pola asuh orang tua dalam keluarga
Pola asuh ayah dan ibu mempunyai peranan yang nyata dalam membentuk karakter anak. kalimat tersebut selaras dengan ungkapan sigmud frued, Child is father of man artinya anak adalah ayah dari manusia. Maksudnya, Perkembangan anak semasa kecil sangat berpengaruh terhadap Perkembangan kepribadiannya ketika dewasa. Pengalaman-pengalaman yang diterima anak secara tidak langsung akan tertanam didalam dirinya. (Muhammad Fadillah, dkk.,2013:119)
Banyak orang tua yang selalu kuwatir dan tidak berani melepaskan anaknya untuk melakukan aktivitas dan kreativitas. Akibatnya, ruang Perkembangan anak untuk belajar mandiri dengan otomatis akan tertutup.
Sebagai contoh, ketika ada anak ikut mencuci baju dengan ibunya sambil bermain air dan detergen, tetapi ibunya malah melarang dan memarahi anak supaya tidak ikut-ikutan dalam mencuci pakaian. Maka dengan demikian akan membuat anak enggan dan takut untuk mencuci bajunya sendiri.
Bagaimana mungkin anak bisa berkembang kemandiriannya? Kalau semua yang dilakukan anak dilarang. Maka dari itu, dalam upaya mengembangkan kemandirian anak ialah dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengerjakan aktivitasnya sendiri. Baru apabila ada hal yang salah atau keliru kita arahkan dan bimbing dengan baik supaya anak bisa melakukannya lebih baik lagi. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para orang tua maupun pendidik dalam menumbuh-kembangkan kemandirian pada anak.
Daftar Pustaka
Fadillah, Muhammad dan lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan karakter anak usia dini, Jogjakarta:Ar-ruzz media, 2013.
Ardy Wiyani, Novan, Bina karakter anak usia dini, Jogjakarta:Ar-ruzz media, 2013
Be the first to comment