Memilih dan Menciptakan Lingkungan

Oleh: M Arfan Mu’ammar

Perdebatan antara mana yang paling berpengaruh terhadap hitam putihnya seorang anak: bawaan sejak lahir (nativisme) ataukah lingkungan sekitar (empirisisme), seakan tidak akan pernah usai. Pendapat yang paling aman memang keduanya saling berpengaruh sangat kuat (konvergensi).

Bawaan sejak lahir, kita tidak mampu mengondisikannya, apalagi ketika anak itu sudah terlahir. Maka salah satu upaya untuk mengubahnya adalah dengan mengondisikan lingkungan di mana anak itu bertumbuh kembang. Dengan cara memilih dan menciptakan lingkungan.

Banyak orangtua saat ini yang memilih pesantren sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak mereka. Orangtua lebih memilih aman, daripada menyekolahkan anak di luar pesantren. Di sekolah umum, orangtua sulit untuk mengontrol pergaulan mereka, pengawasan orangtua pun tidak bisa 24 jam. Jika di pesantren, walaupun mereka jauh dari orangtua, pengawasan oleh pihak pesantren 24 jam, dengan moralitas sebagai fokus utama.

Pemilihan pesantren sebagai lembaga pendidikan merupakan bentuk pemilihan lingkungan oleh orangtua. Pemilihan lingkungan ini sebuah keniscayaan, karena faktor bawaan lahir saja tidak cukup menjadi pembentuk karakter peserta didik, sebab peserta didik berkembang bukan di rahim dan dalam lingkungan keluarga saja, akan tetapi mereka lebih banyak berkembang di lingkungan luar.

Jika orangtua tidak memilihkan lingkungan buat anak-anaknya, maka mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus menciptakan lingkungan buat anak-anak mereka. Penciptaan lingkungan oleh orangtua di rumah tidaklah mudah, faktor utama dalam penciptaan lingkungan di lingkungan keluarga adalah orangtua itu sendiri.

Bagaimana mungkin ketika orangtua ingin agar anaknya rajin beribadah, salat jama’ah di masjid, tapi orangtuanya sendiri malas-malasan. Atau orangtua ingin anaknya selalu bangun malam untuk salat tahajud, lantas siapa yang membangunkan anak di malam hari untuk salat tahajud?, lha wong orangtuanya saja masih terlelap tidur.

Maka orangtua perlu memasrahkan pendidikan kepada lembaga pendidikan yang tepat. Karena terkadang omongan guru di sekolah atau ustaz di pesantren lebih didengar oleh anak dibanding orangtua di rumah.

Terdapat cerita menarik, ada seorang istri yang memiliki suami seorang dokter, sang suami menasehati sang istri atas penyakitnya agar tidak makan ini dan itu, sebab akan memperburuk kondisinya. Tapi sang istri tidak percaya dan tidak mendengarkan. Lalu sang istri konsultasi ke dokter terkait dengan penyakitnya, rupanya sang dokter menyarankan sama persis dengan apa yang disarankan suaminya. Lantas sang istri berkomentar “ternyata kata suami saya kemarin benar” hehe.

Memang terkadang kita membutuhkan lisan orang lain untuk memberitahu dan menasehati orang-orang terdekat kita. Karena responnya berbeda, walaupun sebenarnya, nasehat yang diberikan sama saja.

Lisan seorang guru atau ustaz, menjadi kepanjangan tangan dari lisan orangtua. Maka, orangtua harus sepenuhnya percaya kepada lembaga pendidikan, bahwa lembaga pendidikan yang sudah dipilih mampu mendidik anak-anak kita.

Dalam hal menitipkan atau menyekolahkan anak di lembaga pendidikan atau pesantren, saya teringat pesan KH. Hasan Abdullah Sahal tentang hal itu. Beliau mengatakan dan berpesan kepada wali santri agar selalu ingat dengan kata “T.I.T.I.P” ketika akan memasukkan anaknya ke pesantren. Apa itu “T.I.T.I.P”? Berikut saya sampaikan dengan sedikit tambahan penjelasan dari saya pribadi:

T: Tawakkal, setelah menaruh anak di pesantren, orangtua harus tawakkal. Serahkan semua kepada Allah. Tentu tawakkal yang disertai dengan doa. Maka Berdoalah, karena pesantren bukan tukang sulap yang bisa merubah begitu saja santri-santrinya.

I: Ikhlas, orangtua harus ikhlas melepas anaknya di pesantren, jangan diaboti, jangan diangen-angen, itu akan membuat anak tidak kerasan atau tidak betah. Harus ikhlas anak kita dididik, dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan dan sebagainya.

T: Tega, orangtua harus tega meninggalkan anaknya. Jangan kemudian anaknya dihukum karena melanggar sesuatu di pondok, orangtua sudah melapor sana-sini.

I: Ikhtiar, menitipkan anak ke pesantren, bukan berarti pasrah tanpa ada ikhtiar dari orangtua. Apa ikhtiar orangtua? Mencari dana dan doa. Pesantren juga butuh dana untuk mendidik anak-anak kita, orangtua ikhtiar untuk mendanai anaknya. Selain ikhtiar dunia dengan mencari dana, juga orangtua perlu ikhtiar akhirat, yaitu dengan doa.

P: Percaya, orangtua harus sepenuhnya percaya kepada pesantren bahwa pondok mampu mendidik anak-anak kita. Betul-betul dibina, apa yang didapat anak-anak kita di pesantren adalah bentuk binaan. Jadi ketika anak mendapatkan reward atau punishment, percayalah bahwa itu merupakan bentuk binaan.

Akhirnya, pemilihan lingkungan menjadi sebuah keniscayaan karena orangtua tidak bisa hanya mengandalkan bawaan lahir seorang anak. Ada penanganan khusus pada pembawaan tertentu. Selain itu pemilihan lingkungan menjadi hal utama, sebab tidak semua orangtua mampu menciptakan lingkungan sesuai dengan yang dikehendaki.

Rumah Pendidikan
About Rumah Pendidikan 739 Articles
RAPIDO adalah Rumah Pendidikan Indonesia. Website ini adalah rumah bagi seluruh masalah pendidikan di Indonesia untuk didialogkan dan didiskusikan. Karenanya website ini bukan hanya media guru dalam mengaspirasikan permasalahannya, akan tetapi media bagi pemegang kebijakan (pemerintah) dalam mengambil setiap kebijakannya.