
Oleh : M. Arfan Mu’ammar
Anda jangan meremehkan profesi seperti tukang sapu, tukang becak, petani, pemulung dan sebagainya. Profesi itu kini mendadak jadi “artis” di tengah hiruk pikuk Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden.
Coba saja perhatikan, baleho di jalan dan di media sosial, hampir dari mereka lebih memilih masyarakat bawah (tukang sapu, tukang becak, petani dan pemulung) sebagai “artis figuran”.
Para caleg berpose bersama mereka, mendaftar di KPU naik becak. Memegang padi bersama para petani, memegang cangkul, memakai topi ala petani, lantas “cekrek”, kamera berbunyi mengambil pose mereka.
Bukan hanya kondisi masyarakat bawah yang dapat menjual elektabilitas mereka. Bahkan wajah “ndeso” sekarang lebih berpotensi terpilih dari pada wajah “kota”. Maka bersyukurlah anda yang punya wajah ndeso.
Sudah dapat dipastikan tidak ada caleg yang menjual kemewahan, seperti berphoto di depan mobil ferrari, photo jalan-jalan di luar negeri. Tapi yang mereka jual adalah kemiskinan, menjadikan masyarakat bawah bagian dari mereka, kemiskinan bagian dari mereka.
Dalam teori Boudieu dikenal 3 modal : sosial capital (modal sosial), symbolic capital (modal simbolik) dan cultural capital (modal budaya). Maka poor capital (modal kemiskinan) bisa menjadi modal keempat, atau setidaknya ia masuk dalam kategori symbolic capital (modal simbolik).
Simbolisme kemiskinan menjadi sangat laku “dijual” di tengah kontestasi caleg, capres dan cawapres. Karenanya, kemiskinan masih sangat dibutuhkan oleh mereka, setidaknya lima tahun sekali. Maka mereka tidak ingin buru-buru mengentaskan kemiskinan.
Be the first to comment