
Oleh : Charis Hidayat
Menulis itu harus bahagia, saat seseorang menulis & tidak berada pada kondisi bahagia maka tulisan yang dihasilkan akan cenderung kurang baik kualitasnya. Dalam kondisi bahagia seseorang akan dapat dengan mudah mencurahkan segala ide yang ada dipikiranya. Pada posisi bahagia pula seseorang dapat mengekspresikan apapun yang ada di benaknya menjadi tulisan yang menarik serta enak dibaca. Alur pikir sang penulis pun akan dapat dikenali melalui pilihan kata demi kata yang dituangkan dalam tulisanya.
Konon penulis yang menulis saat berada pada kondisi bahagia dapat membuat orang yang membaca tulisanya tertular virus bahagia pula, menulis itu harus bahagia, ilmu ini saya dapatkan langsung dari seorang teman beberapa waktu lalu, dirinya selalu menekankan pada titik bahagia, menurutnya keadaan bahagia itu dapat diciptakan melalui lingkungan yang ada disekitarnya.
Contoh kecilnya saat seseorang dirundung banyak masalah serta problema, coba untuk berkunjung dan kembali ke alam melihat gemricik air dan rindangnya pepohonan, suasana tersebut akan menjadikan seseorang lebih bahagia. Upaya menciptakan suasana bahagia juga dapat diciptakan sesuai dengan kecenderungan rasa suka terhadap sesuatu yang ada pada dirinya, bisa dengan mendengarkan musik, berolahraga dan bisa saja menyantap makanan favoritnya.
Menulis pada hakekatnya adalah upaya pencatatan berbagai hal yang dilihat, dirasakan dan yang sudah dilakukan. Kegiatan mencatat hal-hal yang didapati dari kegiatan sehari-hari merupakan salah satu cara membangkitkan jiwa menulis. Kegiatan mencatat apapun, rupanya juga menjadi awal langkah yang mengantarkan teman saya ini menjadi penulis produktif.
Hampir setiap hari, dirinya mencatat segala hal yang berkaitan dengan aktivitasnya, kemudian dia coba rangkai kata demi kata sehingga menjadi sebuah tulisan yang menarik. Kegiatan mencatat tersebut dilakukan hampir setiap hari, dia berpendapat bahwa pada saat seseorang mencatat, sesungguhnya dirinya juga mencoba mengkonstruksi sebuah fenomena melalui inderanya untuk menjadi sebuah tulisan. Tentunya tulisan yang dicatat hanya sekedar poin-poin kecil ringkasan dari apa yang sudah didapatkan, namun jika disadari sesungguhnya pelajaran menulis itu banyak didapatkan darisana.
Ada satu kesamaan yang dilakukan oleh teman saya tersebut, dengan yang saya lakukan beberapa bulan terakhir ini, kesamaan itu terletak pada proses membuat tulisan yang baik dan berkualitas berawal dari proses pencatatan. Pencatatan yang saya lakukan umumnya saya tuliskan melalui media notepad yang disematkan pada ponsel. Media notepad bagi saya sangat membantu dalam menyusun poin-poin yang ingin disampaikan dalam tulisan, saya pun tidak merasa dibatasi dengan waktu apalagi dibatasi alasan untuk tidak menulis.
Justru kunci menulis harus bahagia, semakin hari menjadi kenyataan, upaya untuk menciptakan pembiasaan diri untuk menulis semakin hari semakin terasah. Hal ini dapat saya rasakan benar, ketika dalam satu hari saya tidak menghasilkan sebuah tulisan, justru saya merasa ada yang kurang. Ada tuntutan dalam diri untuk selalu menghasilkan ide untuk ditulis, bahkan seolah ide tersebut tidak ada habisnya untuk satu persatu mengantri dirangkai menjadi sebuah tulisan.
BACA JUGA – DEMITOLOGISASI PROFESI GURU
Dalam teori motivasi, motif itu secara umum bisa berasal dari 2 sumber, yang pertama berasal dari dalam ( instrinsik) dan luar (ekstrinsik). Motif yang berasal dari dalam ini biasa dibahasakan dengan kebutuhan (need), sedangkan motif yang berasal dari luar biasa disebut juga dengan keinginan (want).
Seseorang dalam menulis umumnya motif yang timbul dalam dirinya, baru berada pada tataran motif eksternal, hanya pada tahap keinginan. Hanya sebagian orang yang membuat aktivitas menulis sebagai motif internal, yakni menjadi sebuah kebutuhan hingga sebuah kewajiban.
Untuk dapat memadukan 2 motif internal dan eksternal ini perlu adanya stimulus, sehingga seseorang akan bereaksi dan memberikan respon terhadap apa yang sudah diketahui. Stimulus itu tidak hanya sebatas dalam bentuk pemaksaan atau pemberian kewajiban, namun dapat pula dalam bentuk pemberian contoh yang baik.
Dalam menulis memang dibutuhkan perpaduan antara kedua motif tersebut sehingga motivasi yang didapatkan benar-benar utuh dan dapat bersifat simultan. Karena sesungguhnya proses belajar menulis itu dipengaruhi oleh yang dinamakan skills dan habits, saat seseorang memiliki skills menulis yang memadai namun berada dilingkungan yang tidak sesuai maka kemampuan atau skills menulisnya juga akan hilang. Maka akan berbeda jika kemampuan (skills) dipadukan dengan pembiasaan (habits) maka akan menciptakan sebuah lingkungan literasi yang berkemajuan.
1 Trackback / Pingback