Prophetic Consciousness

Oleh : M. Arfan Mu’ammar

Membangun karakter tidaklah mudah, butuh waktu tidak singkat dalam membentuknya. Jangankan teori di kelas, pembiasaan saja belum tentu dapat merubah karakter anak didik. Dulu ketika saya di pesantren, diajarkan bahwa pembiasaan diawali dari pemaksaan, memang di awal terasa “terpaksa”, tapi suatu saat ia akan berubah menjadi “terbiasa”.

Walaupun tidak sepenuhnya benar, namun jika pemaksaan itu tidak dibarengi dengan kesadaran (consciousness), maka pembiasaan itu tetap melahirkan keterpaksaan. Saya pernah membaca penelitian Prof. Dr. Moh Sholeh yang meneliti sholat tahajud terhadap peningkatan daya imun. Sholat tahajud akan betul-betul berpengaruh terhadap peningkatan daya imun jika dibarengi dengan “niat ikhlas”, artinya apa? Mereka yang menjalankan shalat tahajud karena keterpaksaan, tidak tanpa kesadaran sendiri (self consciousness) maka ia tidak berdampak pada peningkatan daya imun.

Lantas apa yang dimaksud kesadaran profetik?

Dalam bertindak, manusia selalu dipengaruh oleh kesadaran (consciousness). Bukan hanya itu, kesadaran juga akan menjadi penggerak dalam setiap aktivitas manusia. Maka dari itu peran kesadaran amat sangat penting untuk memperoleh kehidupan yang berkualitas. Sangat wajar jika tidak sedikit ilmuwan yang membicarakan dan berdebat mengenai kesadaran. Di antaranya yang akan saya singgung di sini adalah Prophetic Consciousness (kesadaran kenabian) menurut pendapat Muhammad Iqbal.

Iqbal membagi kesadaran dalam dua jenis. Yang pertama adalah kesadaran mistik dan yang kedua adalah kesadaran profetis. Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas tentang kesadaran profetik. Kebetulan tidak suka yang berbau mistik, hehe.

Kesadaran kenabian (prophetic consciousness) memiliki keinginan kembali ke dunia “realitas” untuk membenahi dan menjadikan dunia jauh lebih baik. Muhammad Iqbal menghubungkan kesadaran profetik ini dengan peristiwa Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad SAW. Menurut Iqbal, apabila Nabi Muhammad seorang sufi atau pelaku mistisisme, maka ketika mi’raj berlangsung (perjalanan Muhammad naik ke langit ke tujuh bertemu dengan Tuhan), dia tidak akan kembali ke bumi, karena tujuan dari seorang sufi adalah bertemu dengan Tuhannya dan tentram berada disisi-Nya, dan saat itu Nabi Muhammad telah mengalaminya, mestinya beliau tetap saja bersama Tuhannya. Akan tetapi tidak, Nabi Muhammad tetap kembali ke bumi untuk menggerakkan perubahan sosial dan mengubah jalannya sejarah.

Artinya, manusia harus sepenuhnya sadar bahwa dia mengemban tugas untuk menjadi wakil Tuhan di muka bumi (kholifatullah fil Ard). Kesadaran profetik atau kesadaran kenabian menuntut manusia untuk dapat membaca realita secara utuh dan memberikan respon solutif terhadap permasalahan yang ada melalui tindakan kongkrit.

Walaupun sebagai manusia biasa, kita tidak dibekali keistimewaan seperti para nabi, akan tetapi semangat dakwah kenabian tetap harus tertanam dalam hati. Seringkali ketika kita diberi nasihat “Isbir Ka Shobri Ayyub” maka kita dengan ringan menjawab, itu kan nabi Ayyub, yang sudah dari sananya diberi keistimewaan kesabaran oleh Allah, sedangkan kita?

Alasan-alasan seperti itu sering kita dengar, sehingga membuat kita tidak lagi menjadikan semangat dakwah kenabian melekat pada diri kita. Begitu juga ketika kita marah-marah, kemudian teman kita menegur kita dengan mengutip hadith nabi “La taghdob, la taghdob, la taghdob”, lantas kita bilang, itu kan nabi Muhammad, sedangkan kita kan bukan nabi.

Walaupun mereka nabi, akan tetapi sesungguhnya mereka juga memiliki sifat layaknya manusia biasa, maka kita sebagai manusia biasa (bukan nabi) tetap harus menjadikan nabi sebagai teladanan dan menjadikan kesadaran kenabian sebagai semangat hidup sehari-hari.

Rumah Pendidikan
About Rumah Pendidikan 836 Articles
RAPIDO adalah Rumah Pendidikan Indonesia. Website ini adalah rumah bagi seluruh masalah pendidikan di Indonesia untuk didialogkan dan didiskusikan. Karenanya website ini bukan hanya media guru dalam mengaspirasikan permasalahannya, akan tetapi media bagi pemegang kebijakan (pemerintah) dalam mengambil setiap kebijakannya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.