
Oleh: M Arfan Mu’ammar
Sedentary lifestyle atau gaya hidup “minim gerak” menjadi gaya hidup baru mayoritas masyarakat kita.
Segala sesuatu dikerjakan dengan gerakan yang minim. Mengajar yang dahulu dari rumah ke sekolah atau kampus harus bergerak, sampai di kantor masuk kelas berjalan, di dalam kelas mengajar sambil sesekali mengitari siswa atau mahasiswa ke belakang, setelah mengajar di satu kelas, pindah ke kelas lain. Apalagi kalau letak antar kelas jauh, di lantai atas, harus naik turun tangga. Semua dilakukan dengan gerakan yang tidak minim.
Bukan hanya guru, siswa atau mahasiswa pun juga melakukam aktivitas gerak yang hampir sama. Bahkan ketika waktu istirahat, sebagian berlarian ke sana kemari, bermain basket, lompat tali, petak umpet, pergi ke kantin dan sebagianya.
Tetapi saat ini, semua aktivitas itu dilakukan dengan “sedentary” atau minim gerak. Untuk bisa masuk kelas daring, seorang siswa atau mahasiswa tidak perlu mengayuh sepeda atau mengendarai sepeda sekian kilometer, tapi cukup 1 menit sebelum kelas dimulai, siswa atau mahasiswa tinggal klik tombol join, langsung masuk kelas dan bersua dengan guru dan teman-temannya.
Saya pernah menghitung dan membandingkan, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengajar luring (luar jaringan) dan daring (dalam jaringan).
Dalam mengajar luring, anggap saja dalam sehari saya mengajar 3 mata kuliah, masing-masing mata kuliah 2 sks, berarti total 6 sks. Sedangkan 1 sks sama dengan 50 menit. Artinya di hari itu saya mengajar 300 menit atau sama dengan 5 jam. Itu belum termasuk perjalanan saya dari rumah ke kampus.
Karena rumah saya cukup jauh dari kampus, sekitar 33 km, maka pulang pergi membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Itu kalau jalan lancar tidak macet, tahu sendiri kemacetan di Surabaya, apalagi pada jam sibuk. Sehingga total waktu yang saya butuhkan di hari itu untuk mengajar dan perjalanan pulang pergi yaitu 7 jam.
Sekarang, berapa waktu yang dibutuhkan dalam mengajar daring?
Beberapa hari yang lalu saya mencoba menghitung, di hari Selasa pada semester ini saya mengajar 3 mata kuliah, satu mata kuliah saya membutuhkan waktu 20 menit untuk mensetting kelas daring di e-learning, apa saja yang perlu disetting? Yaitu membuat absensi kehadiran, membuat forum diskusi yang di dalamnya mengupload materi seperti video presentasi, makalah dan power point. Serta yang terakhir adalah membuat 5 pertanyaan terkait materi yang dipresentasikan, baik itu berbentuk multiple choice atau essay. 20 menit dikali 3 mata kuliah sama dengan 1 jam.
Untuk mengajar 3 mata kuliah secara daring, saya hanya membutuhkan waktu 1 jam, yang jika luring saya membutuhkan waktu 5 jam. Kalau di pembelajaran luring, saya harus standby menjaga dan memantau jalannya diskusi di kelas, sedangkan pada pembelajaran daring, yang menjaga dan memantau adalah sistem di e-learning. Mahasiswa yang aktif bertanya dengan mahasiswa yang pasif, seperti hanya mengisi absensi, semua terpantau dengan baik oleh sistem.
Sesekali saya memberi penguatan melalui tayangan video atau melalui voice note kepada mahasiswa. Juga memberikan masukan atas makalah dan presentasi yang mereka sampaikan.
Aktivitas mengajar dan belajar pun menjadi minim waktu dan “minim gerak”. Mereka yang bisa memanfaatkan waktu dengan baik, justru akan mendapatkan keuntungan yang berlipat pada masa pandemi ini. Tapi mereka yang tidak mampu menggunakan dan memanfaatkan waktu yang berharga ini akan merugi serugi-ruginya.
Pandemi ini ibarat kita sedang bermeditasi dalam sebuah tempat yang asing. Suatu saat, ketika pandemi ini usai, masing-masing dari kita akan keluar dari tempat meditasi itu dengan berbagai macam hasil atau pekerjaan yang telah kita kerjakan.
Sebagian dari kita keluar dengan membawa pahala khatam Al-Quran sekian puluh kali. Ada juga yang keluar dengan membawa catatan dan buku karena sudah menghatamkan sekian puluh buku. Sebagian yang lain keluar dengan membawa 1-2 buku yang telah ditulis di masa pandemi. Atau ada yang keluar dengan membawa channel Youtube beserta ribuan subscriber yang didapatkan.
Namun, mereka yang tidak mampu memanfaatkan waktu dengan baik, keluar dengan mata yang sayu dan lelah, karena hidupnya selama meditasi dipenuhi dengan hanya melihat gadget tanpa ada produktivitas sama sekali. Atau keluar dengan kondisi yang sangat miskin, karena tidak mampu mengasah kreativitas untuk mampu bertahan hidup.
Minim gerak di sini adalah minim gerak secara fisik, bukan minim gerak non fisik. Bolehlah aktivitas fisik kita dibatasi, tapi gerak kita dalam aspek lain harus jauh lebih produktif.
Bagi yang berdagang, omzet tentu menurun, tapi harus bisa bergerak untuk menjual secara online, membuat toko baru di Tokopedia atau Shopee. Bagi guru di sekolah, karena tidak bisa mengajar di sekolah, harus bergerak untuk bisa membuat konten-konten pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Ada sebuah ungkapan pesantren yang menarik “fil harokati barokah” (ada keberkahan di setiap gerakan). Minimnya gerak fisik tidak lantas membuat kita berhenti bergerak. Sedentary lifestyle hanya untuk fisik kita. Pikiran dan kreativitas harus tetap terus bergerak.