
Oleh : M. Arfan Mu’ammar
Salah satu pemikiran Ibnu Arabi yang cukup populer adalah “Wahdat al-Wujud” (Kesatuan Eksistensi).
Eksistensi siapa yang bersatu dan bagaimana logika berfikirnya?
Kita meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Berjalannya alam semesta ini bukan hanya berjalan karena hukum kausalitas, tapi di luar itu, berjalannya alam semesta ini atas kehendak Tuhan. Fenomena alam semesta bisa saja terjadi tanpa didahului oleh hukum kausalitas, karena hukum kausalitas tunduk di bawah kehendak Allah.
Eksistensi alam semesta inilah yang menjadi bahasan al-Farabi dalam kaitannya dengan eksistensi Tuhan di dalamya. Yang “ada” atau eksis di alam semesta ini hanyalah Allah, bentuk “ada” yang lain hanyalah manifestasi atau tajalli dari Allah.
Gambaran mudahnya adalah ketika anda bercermin. Apa yang anda lihat di dalam cermin adalah manifestasi dari diri anda yang ada di hadapan cermin.
Karena semua yang ada di alam semesta ini adalah manifestasi dari Allah, maka Allah sebenarnya “ada” di mana-mana.
Ini hampir mirip dengan konsep takwanya Nur Cholis Madjid. Takwa dalam pandangan Cak Nur adalah meyakini bahwa Tuhan selalu berada di sekeliling kita. Karena itu, tentunya kita akan berhati-hati dari dosa, dan berhati-hati dari dosa adalah bagian terpenting dari definisi Takwa.
Di setiap eksistensi yang ada di alam semesta ini ada esensi Tuhan di dalamnya. Karena setiap eksistensi merupakan manifestasi dari nilai-nilai Ilahiyah itu sendiri.
Ingat, di situ ada kalimat “setiap eksistensi yang ada di alam semesta”, karena manusia adalah bagian dari yang hidup di alam semesta, maka sebenarnya manusia adalah manifestasi dari perwujudan Tuhan.
Inilah yang melatarbelakangi pengakuan Syek Siti Jenar bahwa dirinya adalah “bagian” dari Tuhan. Saya adalah Tuhan, Tuhan adalah saya. Yang kemudian populer dengan istilah Manunggaling Kawulo Gusti.
Manusia memiliki potensi baik dan buruk dalam dirinya, “faal hamaha fujuroho wa taqwaha”, bisa jadi potensi baik itu karena esensi Tuhan dalam Eksistensi manusia. Sedangkan potensi buruk, sesungguhnya berasal dari manusia itu sendiri. “Ma asobaka min hasanatin faminallah, wama ashobaka min mushibatin famin nafsik”.
Be the first to comment